• Keine Ergebnisse gefunden

The Implications of Fiscal Rigidities in Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Aktie "The Implications of Fiscal Rigidities in Indonesia"

Copied!
3
0
0

Wird geladen.... (Jetzt Volltext ansehen)

Volltext

(1)

Munich Personal RePEc Archive

The Implications of Fiscal Rigidities in Indonesia

Nizar, Muhammad Afdi

2013

Online at https://mpra.ub.uni-muenchen.de/65772/

MPRA Paper No. 65772, posted 29 Jul 2015 01:30 UTC

(2)

.l

WARTA FISKAL

i

ED15I

*1/2013

FISCAL RIGIDITIES

DAN IMPLIKASINYA DI IN DON ESIA

Oleh: Muhammad Afdi Nizar *

Rijiditas fiskal (fiscal rigidities) terjadi karena adanva kendala-kendala kelembagaan Vang membatasi otoritas anggaran (fiskal) untuk mengubah tingkat atau struktur anggaran negara dalam kurun waktu tertentu. Kendala-kendala tersebut biasanya muncul karena interpretasi yang berbeda dalam keputusan anggaran, yang lahir dari proses kolektif yang melibatkan berbagai kepentingan dan pelaku politik.

.

Dalam tataran praktis, ri.liditas

pengelolaan fiskal biasanya diukur atau ditentukan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu sebagar berikut (CetrAngolo, Jimenez, & del Castillo, 2010) : pertama, program-program atau kebijakan yang dirancang berdasarkan prinsip manfaat (benefit principle), Program-program atau kebijakan pemberian benefit tersebut ditujukan bagi pihak-pihak yang berkontribusi dalam pembiayaannya dan program ini bersifat wajib/mengikat dalam anggaran. Misalnya program jaminan sosial (social security system) dan dana pensiun; kedua, belanja yang

dialokasi kan berdasarkan amanat peraturan perundang- undangan. Misalnya ketentuan belanja minimum untuk pendidikan;

ketiga, adanya hubungan antar tingkat pemerintahan yang berbeda sebagai konsekuensi dilaksanakannya sistem desentral isasi /federalisasi f iskal;

keempat, belanja yang dialokasikan karena pengaruh dinamika ekonomi makro, seperti kewaji ban pem bayaran bunga utang; kelima, adanya

"

Secara gamblang dapat di- katakan bahwa rijiditas fiskal jugaterjadi di Indonesia, Namun harus diakui bahwa kriteria yang

u

mum digunakan didasarkan pada komponen belanja yang bersifat wajib atau mengikat (non-discretionary spending).'

konsensus dimana pendapatan negara yang bersifat extraordinary tidak dialokasikan untuk belanja wajib (mandatory) dan penggunaan nya untuk membiayai pengeluaran rutin harus dihindari. Misalnya pendapatan royalti minyak dan gas, serta barang tambang lainnya; keenam, adanya perbedaan pandangan (disputes) di sektor pemerintah sendiri, terutama

ketika banyak dijumpainya earmarking, Misalnya earmarking untuk mahkamah agung, belanja pertahanan, dan biaya pemungutan pajak untuk institusi perpajakan; dan ketujuh, adanya kebijakan fiskal

implisit

yang ditempuh melalui program insentif berupa keringanan pajak untuk sektor atau kegiatan produktif tertentu.

FOKUS

(3)

WARTAFISKAL

I

EDISI

*1

/2013

Kebiiakan ini lebih dikenal dengan tax exoenditu res Van g tidak dijabarkan dengan jelas dalam anggaran Denqan meruluk pada kriteria rijiditas

f'tf,"i

u"ne dikemukakan di atas' muncul oertanVaan, apakah rijiditas fiskal juga di.lumpai dalam pengelolaan anggaran di Indonesia? Secara gamblang dapat dikatakan bahwa rijiditas fiskal juga terjadi di Indonesia, Namun harus diakui bahwa kriteria yang umum digunakan didasarkan Pada komPonen belan1a yang bersifat wajib atau mengikat (non- drscretionary spending). Komponen belanja yang dimaksud adalah belanla pegawai, belanja (transfed daerah' 'p.i,buvurun bunga utang, dan belanja, subsrdi. Padahal kalau kita telusurt leotn dalam, masrh ada komPonen belan.la yang sebenarnya telah membelenggu ung[utun sehingga mengalami rijidltas Adanya PenetaPan Delan1a

oendidikan sebesar 20% dari total anqqaran belanja misalnYa sesuai

Oei[an

amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2OO3 tentang Sistem

Pendidikan Nasional tidak bisa

dipungkiri telah ikut andil dalam rijiditas fiskal.bemikian pula dengan belanja/

transfer daerah berupa dana alokast khusus (DAU) Vang merupakan belanja wajib dan rijid men.ladi semakin rijid karena harus tunduk pada ketentuan Undang-undang Nomor 33Tahun 2004 yang mengamanatkan alokasi DAU minrmal ZO% dari pendapatan dalam neqeri neto. Dengan adanya ri.liditas teEebut otoritas fiskal tidak memilikt keleluasaan untuk melakukan diskresi atau mengubah besaran anggaran tersebut,

belanja (transfed daerah Vaitu rata- rata sekitar 29,9% dari

total

belanla per tahun. XemuOian diikuti dengan belanja subsidi (20,3%), PembaYaran bunga utang (1 4,1%), dan belanja Pegawai (12,4%).

lmplikasi yang pasti muncul akibat adanva rijiCitis fiskal yang semakin besar adalah semakin sempitnya ruang frskal (fiscal space) bagi pemerintah Ruang fiskal Yang semPit ini

sekali"gus juga men gindikasikan renda- hnva 6tonomi kebilakan

fiskal

Dalam periode 2OOO-2012 karena proporsl 'belanla

wajib yang sangat besar (rata- ,

rata sekitar 76,71% rata-rata per tanunl' maka ruang fiskal yang tersedia bagt oemerintah rata-rata hanya sekitar 23.3% dari total belanja atau hanya sekitar 42%dari PDB rata-rata per tahun.

"

Satu-satunva cara Yang dapat dilakukan untuk mengatasl berbagai Persoalan Vang muncul akibat rijiditas fiskal tersebut adalah dengan membangun konsensus Yang solid dan berkelanjutan dlantara pemangku kePenti

n gan

"'

Denqan semakin semPltnva

fisca] space serta rendahnya otonomi kebilakan fiskal maka dapat dipastikan akan terjadi belanja Vang sangat Desar (overspending) pada sektor-sektor tertentu, namun dengan mengorbankan belanja untuk sektor-sektor yang latn' Belanja subsidi yang diberikan selama ini miialnya, tidak bisa dipungkiri telah menyandera belanla negara oan pemerintah dihadapkan pada pilihan kebilakan Yang sulit ketika narus memutuskan PenghaPusan atau pengurangan subsidi Bahkan, penin gkatan belanja akibat belanja wajib ini mendorong Peningkatan Denerimaan Pajak. Hal ini lebih ianjut akan menimbulkan masalah lain karena distorsi ekonomi dan hilangnya insentif untuk meningkatkan efisiensi dalam belanja negara karena sumDer dana (anggaran) di.lamin tersedia tanpa memoerhatrkan kiner.la

Kondisi anggaran Yang rr.1id lebih

lanjut akan membatasi kemamPuan oemerintah untuk menjalankan [ebiiakan fiskal yang countercyclical'

nioiu",

r,.uilukan

fiikal

yang ditempuh oleh oemerintah men.ladi tidak responsif terhadaP kondisi perekonomian (economic cYcles) 'oatam t<onOisi demikian akan sulit mengharaPkan kebijakan f iskal memainkan Peran nr7a sebagat instrumen stabilisasi ekonomt ldealnVa, f ungsi stabilisasi kebi.lakan fiskal diupayakan melalui penvesualan belanja negara/pajak untuk merespon siklus ekonomi. Ketika perekonomtan mengalami resesi, Pemerintah sevo8vanva meresponnva melalul t<eUilit<an peningkatan belanja.atau menurunkan Penerimaan Pa1ak oan sebaliknYa ketika Perekonomian menqalamr Penguatan (eksPansi)' Kirariva menJadi mudah diPahami kenaPa dari beberaPa hasil studt tentang kebilakan fiskal Indonesta membJrilan konklusi bahwa kebijakan fiskal cenderung procyclical (Nizar' 2010 dan 201 1) dan acyclical atau procylical {Baldacci,2009)

Satu-satunya cara Vang dapat dilaku- kan untuk mengatasi berbagai persoalan yang muncul akibat rijidttas fiskal tersebut adalah dengan membangun konsensus Yang

solid

.

dan berkelanjutan diantara pemangKU kepentingan. Pemerintah sebagai otoritas f-iskal perlu diberikan diskresi otonomi yang lebih fleksibel dalam menentukan arah kebijakan fiskal sehingga dapat dengan cepat merespon perubahan kondlsi ekonomi makro (siklus ekonomi). (MAN)

Bila kita cermati perkembangan Delan1a wajib (non-discretionary spending) sebagal indikasi adanya rilidtas fiskal dalam periode 2000

-

2012, trendnYa

terus meningkat dengan pertumbuhan sekitar 16,75% rata-rata per tanun' yaltu dari Rp175,5 triliun dalam tahun 2000 menjadi Rp1.125,0 triliun dalam tahun 2012. Dengan tingkat Pertumbunan yang cukup tinggi tersebut, belanja wajib ini telah menyerap rata-rata sekitar 76,7'1% dari total belanja settap tahun atau sekitar 14,0% dari PDB Alokasi belan.la wajib terbesar dalam oeriode tersebut diperuntukkan bagi

FOKUS

q:irji:i::!$.1?:tai,11:s$ssl{wswiw

Referenzen

ÄHNLICHE DOKUMENTE

Diesen Der Glasübergang - eine Heraus- forderung für die Materialphysik Forschung an der Fakultät für Mathematik und Technische Physik.. Für weitere Informationen stehen euch

Delegeerimise eesmärgiks on teenuse kvaliteedi ja kättesaadavuse parandamine ning avalike teenuste osutamiseks vajaliku üldise võimekuse tõstmine. Avalike teenuste

Pellets hingegen werden überwiegend im Gastgewerbe (52 %) und dem Abschnitt Erziehung/ Bildung (29 %) eingesetzt. Auch diese Angaben sind mit erheblichen Unsicherheiten versehen.

Das Ingenieurbüro Kyburz AG in Freienstein entwickelte das fortschrittliches Seniorenmobil CLASSIC PLUS (s. Dieses ist speziell auf die Bedürfnisse von Senioren ausgerichtet

NVVM NVVN NVVO NVVP NVVQ NVVR NVVS NVVT NVVU NVVV OMMM OMMN OMMO OMMP OMMQ OMMR.

Wie bereits in Szenario III gilt hier analog, dass die CO 2 -Emissionsziele längerfristig relativ „grosszügig“ eingehalten werden können (auch wenn der Zielwert für 2010 noch klar

Wir sprachen mit Christiane Warmuth, Head of Employer Branding &amp; Recruiting Germany über Covestros aktuelle Recruiting-Herausforderungen im Chemie Sektor und die

Dies gilt sowohl für die jüngst von den CDU/CSU-Fraktionschefs der Länder geforderte verbindliche Fest- legung auf die 40-Stunden-Woche für Beamtinnen und Beamte wie für die Absicht